TEMPO.CO, Labuan Bajo - Menggenggam linggis, Idris Laode Denganas mulai melangkah menaiki puncak bukit Pulau Papagarang di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dia hendak menggali lubang untuk menanam batang pohon kedondong hutan di atas lahan tandus di pulau yang telah tinggalinya selama puluhan tahun.
Tempo mengikuti langkah Idris itu pada Sabtu 12 Juni 2021. Tidak mudah ternyata menapak di antara bebatuan cadas yang lepas di bukit itu. Jika salah melangkah, akan jatuh dan terguling ke kaki bukit yang berada di pesisir Pantai Papagarang itu.
Inilah bagian dari perjalanan panjang Idris dan warga Desa Papagarang untuk menciptakan sumber atau mata air bersih di pulau yang dulunya bernama dikenal sebagai Pulau Keramat itu. Berbekal linggis dan bibit pohon kedondong itu, Idris bermimpi masyarakat di pulau itu suatu masa nanti bakal terbebas dari kesulitan mendapatkan air bersih.
“Selama ini kami harus membeli air bersih kepada pemilik kapal yang memang datang menjual air ke pulau ini. Air itu didatangkan dari Labuan Bajo, sekitar 30 mil laut dari Pulau Papagarang,” kata Idris menuturkan.
Pulau Papagarang merupakan salah satu Pulau di Manggarai Barat. Dia masuk kawasan konservasi Taman Nasional Komodo (TNK) tapi namanya--yang diduga salah sebut dari lokasi penggaraman ikan, yakni panggaramang, itu--tenggelam di antara pamor Pulau Padar, Rinca dan Komodo.
Ini bisa dimaklumi karena tanah di Papagarang tergolong kritis: gersang dan berbatu. Pemukimnya kebanyakan warga Bajo yang berprofesi sebagai nelayan. Mereka berkiblat ke laut, tanah dan bukit di atas permukiman hanya halaman belakang yang tak diurus.
Kiblat mulai berubah setelah Desa Papagarang kini menjadi salah satu lokasi Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) dalam upaya penanganan lahan kritis. Program rehabilitasi yang telah dimulai sejak 2019 itu kini telah menginjak masa perawatan tahun kedua.